JAKARTA – Demi ambisi Presiden Joko Widodo ( Jokowi ), revisi Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) dipaksakan masuk Prolegnas di tahun 2023. Ini terkait dengan masa bakti presiden yang akan berakhir di 2024.

Prolegnas merupakan tahapan proses perencanaaan penyusunan undang-undang yang disusun dalam skala prioritas program pembentukan undang-undang. Jadi UU IKN dimasukan dalam skala prioritas agar bila sudah disahkan, siapa pun presidennya wajib merealisasikannya. Dan ini akan menjadi legacy nya Jokowi bila sudah tidak lagi Presiden.

Permohonan agar revisi UU IKN masuk prolegnas memang tampak merupakan ambisi Jokowi. Ini terkonfirmasi dari pernyataan menteri terkait bahwa itu permintaan Jokowi langsung.

Alasan masih banyak yang harusnya lebih prioritas ketimbang urusan IKN membuat Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak revisi UU No. 2 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang diajukan pemerintah ke DPR.

Sisanya atau mayoritas partai pendukung pemerintah setuju UU IKN direvisi meski belum setahun disahkan. Partai NasDem menyatakan abstain atau tidak menentukan sikap.

“Yang menerima adalah parpol pendukung pemerintah, semuanya. Yang menolak adalah PKS dan Demokrat,” kata Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, Rabu (23/11).

Partai-partai yang setuju UU IKN direvisi antara lain PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, PAN, PPP. Dengan demikian, DPR menerima usulan pemerintah tentang Revisi UU IKN masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2023 mendatang.

“Perubahan UU IKN dan RUU Pengadaan Barang dan Jasa masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023,” kata Supratman

Menkumham Yasonna Laoly mengatakan pemerintah mengajukan revisi UU IKN atas arahan Presiden Joko Widodo.

Revisi UU IKN bakal berisi perubahan mengenai pendanaan dan pengelolaan barang milik negara. Terkait pendanaan yang semula diserahkan ke investor, maka kini akan dibebankan ke APBN.

UU IKN akan ditunjang pula oleh peraturan khusus yang mengatur soal pembiayaan, penanaman modal atau investasi serta jaminan kelangsungan pembangunan IKN.

“Pengaturan itu juga terkait pengolahan kekayaan IKN,” kata Yasonna.

UU IKN yang diajukan pemerintah disahkan pertama kali dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 Januari 2022 lalu.

Selang sebulan kemudian atau tepatnya 15 Februari, Presiden Jokowi menandatangani UU IKN yang telah disahkan DPR.

UU tersebut merupakan landasan hukum proyek pemindahan ibu kota dari Jakarta ke wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Lalu pada 10 Maret 2022, pemerintah membentuk Otorita Ibu Kota Nusantara. Lembaga itu setingkat kementerian yang bertugas mempersiapkan pembangunan serta pemindahan ibu kota negara.

Kepala Otorita Ibu Kota Negara dipimpin oleh Bambang Susantono didampingi Dhony Rahajoe sebagai wakil.

Dalam menolak UU IKN, PKS bukan tanpa alasan. “PKS sejak awal sudah menolak untuk membahas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN, karena kondisi perekonomian kita belum membaik dan berbagai alasan lain juga sudah disampaikan saat pembahasan RUU-nya,” ujar anggota Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama, Jumat, 25 November.

Fraksi PKS, lanjutnya, juga melihat adanya banyak kepentingan yang membuat pembahasan UU IKN sangat tergesa-gesa, yang kemudian terbukti dengan usulan revisi oleh pemerintah. Dengan hanya 43 hari pembuatannya, tingkat partisipasi publik menjadi sangat rendah untuk hal sepenting ibu kota negara.

“Selain itu, dari sisi pembangunan IKN, adanya kebutuhan revisi IKN ini berpotensi memperlihatkan bahwa kemampuan finansial negara tidak cukup dan belum ada kejelasan tentang investor yang berminat untuk ikut mengembangkan IKN. Yang ada hanya klaim-klaim sepihak dari Otorita IKN mengingat belum ada kejelasan Otorita IKN, ini mitra komisi DPR RI yang mana dan belum pernah ada rapat kerja antara Otorita IKN dan DPR RI membahas investor IKN,” lanjut anggota Panja RUU IKN itu.

Terkait penguatan Otorita IKN, Suryadi menilai, pemerintahan IKN Nusantara dengan pemerintahan daerah khusus yang dipimpin oleh Kepala Otorita IKN sudah memiliki kedudukan yang terlalu kuat. Kedudukan Kepala Otorita IKN sendiri, kata dia, adalah setingkat dengan menteri yang kewenangannya juga sudah meliputi kewenangan sejumlah menteri.

Adapun sejumlah kewenangan Kepala Otorita IKN dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN adalah menerbitkan penetapan lokasi pengadaan tanah di Ibu Kota Nusantara (Pasal 16 ayat (5). Pengalihan hak atas tanah di Ibu Kota Nusantara wajib mendapatkan persetujuan Kepala Otorita IKN (Pasal 16 ayat (12).

Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara, kekuasaan presiden sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada Kepala Otorita IKN (Pasal 23 ayat (1). Berkedudukan sebagai pengguna anggaran atau pengguna barang untuk IKN (Pasal 23 ayat (2). Selaku pengguna anggaran atau pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran IKN (Pasal 25 ayat (1). Menyusun rencana pendapatan IKN apabila Otorita IKN memperoleh pendapatan dari sumber lain yang sah atau pendapatan yang berasal dari pajak khusus atau pungutan khusus (Pasal 25 ayat (2). Serta, pengguna barang atas Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan yang berada dalam pengelolaannya (Pasal 33).

Jika Kepala Otorita IKN ditambah lagi wewenangnya dalam rencana revisi UU IKN, kata Suryadi, maka akan semakin menambah buruknya tata kelola Pemerintahan yang ada.

“Tidak ada terminologi kepala Pemerintah Daerah Khusus IKN yang berkedudukan setingkat menteri seperti halnya Kepala Otorita IKN, sehingga menjadi ambigu apakah Otorita IKN mengelola barang milik/kekayaan negara ataukah daerah dan apakah Otorita IKN menjadi wakil untuk kepemilikan kekayaan yang dipisahkan untuk negara ataukah daerah?,” kata anggota Komisi V DPR itu.

Oleh karena itu, Suryadi menegaskan, fraksi PKS menolak adanya revisi UU IKN dalam rangka penguatan Otorita IKN. Sebab dengan revisi UU tersebut, tata kelola keuangan dan kekayaan negara di wilayah IKN menjadi amburadul dan tidak akuntabel karena ketidakjelasan posisi Kepala Otorita IKN sebagai menteri atau pimpinan lembaga ataukah kepala daerah.

“Ditambah lagi tidak adanya sistem perwakilan rakyat yang merupakan representasi dari penduduk yang mendiami wilayah IKN membuat tidak adanya pengawasan terhadap Otorita IKN,” jelas legislator dapil NTB ini.

Dalam sisa periode pemerintahan dua tahun ke depan, tambah Suryadi, PKS justru mengajak Pemerintah dan DPR RI untuk lebih fokus ke pembahasan perundang-undangan lainnya yang lebih prioritas dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Daripada memperkuat Otorita IKN,” tandasnya.

Diketahui, enam dari tujuh fraksi partai pendukung pemerintah menerima revisi Undang-Undang nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) untuk dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2023. Sementara Fraksi NasDem menyatakan abstain.(SW)