SERPONG – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meminta semua pihak yang terkait dengan sektor pertanian untuk bersiap menghadapi dampak pemanasan global agar ketahanan pangan Indonesia tetap terjaga.

“Besok kita akan menghadapi krisis air, ada kemarau tanpa perkiraan. Besok di tengah banjir ada krisis air. Dua tahun pandemi kita lewati, taxi hari ini dan besok tantangan sangat besar,” kata Mentan Syahrul

Lebih lanjut Mentan Syahrul menerangkan bahwa negara-negara lain sudah mempersiapkan sektor pertaniannya untuk menghadapi dampak pemanasan global. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan meningkatkan anggaran sektor pertanian untuk ketahanan pangan.

Mentan Syahrul memerintahkan jajarannya untuk membuat program baru yang khusus untuk menangani dampak pemanasan global terhadap sektor pertanian. “Besok harus ada program baru menghadapi krisis alam yang ada. Tegas Syahrul.

Gerakan Tani Pro Organik (Genta Organik) merupakan suatu gerakan pertanian organik yang meliputi pemanfaatan pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah sebagai solusi terhadap masalah pupuk mahal.

Menurutnya, pupuk organik sangat dibutuhkan selain karena pupuk subsidi yang ada saat ini jumlahnya sangat terbatas. “Belum lagi bahan baku seperti gugus fosfat yang sebagian besar dikirim dari Ukraina dan Rusia tersendat karena perang keduanya, jadi yang tidak dapat pupuk subsidi segeralah menghadirkan pupuk organik. Minimal setiap kabupaten harus jadi percontohan dan tidak mengandalkan bantuan pemerintah pusat,” jelas Mentan Syahrul.

Untuk menggemakan program Genta Organik, Politeknik Enjinering Pertanian Indonesia (PEPI) sebagai unit pelaksanan Teknik Pendidikan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) menyelenggarakan Millenial Agriculture Forum (MAF) Goes to Campus Edisi 45 (26/11) yang melibatkan lebih dari 800 peserta baik yang tergabung secara offline maupun secara online.

Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi mengatakan, Genta Organik tidak berarti mengharamkan penggunaan pupuk anorganik. “Boleh menggunakan pupuk kimia, tapi dengan ketentuan tidak berlebihan atau mengikuti konsep pemupukan berimbang,” kata Dedi.

Pria yang akrab disapa Prof. Dedi ini mengatakan tujuan Genta Organik adalah menyuburkan tanah Indonesia untuk meningkatkan produksi pertanian di saat harga pupuk mahal, menerapkan pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan, menekan biaya produksi pertanian dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia.

“Genta Organik sebagai solusi pupuk mahal diluncurkan dengan tujuan menyuburkan tanah, meningkatkan produksi pertanian, mengurangi penggunaan pupuk anorganik, menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan SDA, yang pada akhirnya mendukung terwujudnya Swasembada Pangan Nasional dan Kedaulatan Pangan Nasional,” imbuh Dedi.

Menghadirkan para praktisi serta akademisi handal peserta sangat antusias mengikuti jalannya talkshow. Terlebih Ketika Wayan Supadno praktisi pertanian yang akrab disapa Pak Tani mengatakan bahwa petani khususnya petani millenial adalah pahlawan pangan.

“Petani adalah nyawanya pertanian. Bicara pertanian maka kita bicara pangan. Bagaimana keberlangsungan serta ketersediaan pangan ini dapat aman maka kita harus setia dan harus sejahtera. Miliki yang dicintai dan cintai yang dimiliki negeri agraris ini milik kita. Kasihi yang di bumi niscaya yang di langit mengasihi. Solusinya adalah pupuk organik, dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang disediakan oleh alam maka kita juga dapat menjaga keberlangsungan alam ini dengan baik”, tegasnya.

Senada dengan Wayan Supadno, Akademisi dari IPB Rachmad Pambudi mengatakan bahwa sepanjang pandemi Covid-19 permintaan terhadap produk organik di berbagai negara ternyata telah meningkat signifikan. Pandemi sepertinya telah membuat kesadaran banyak orang akan arti penting kesehatan jadi meningkat.

“Revolusi hijau telah berhasil meningkatkan produksi pangan, terutama beras, secara signifikan, khususnya di negara-negara Asia. Namun, Revolusi Hijau juga telah melahirkan dampak negatif yang merusak, baik terhadap kesehatan manusia, serta terutama terhadap lingkungan, melalui residu pestisida, degradasi lahan yang kian meluas, kerusakan ekosistem, hingga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati.

Saat populasi global tumbuh semakin cepat, maka kebutuhan produksi pangan berkelanjutan juga menjadi lebih mendesak. Sehingga, praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, yang sekadar memproduksi output yang tinggi, mau tidak mau harus segera ditinggalkan. Pada titik itu, pertanian organik menjadi lebih relevan dengan sejumlah isu krusial global lainnya, seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, erosi tanah, polusi tanah, meluasnya paparan pestisida, serta polusi air”, paparnya.

Fajar Gumelar, petani millenial yang juga alumni Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor pun mengamini statement ketiga narasumber. Mengembangkan pupuk organik, Fajar ikut berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian alam Indonesia sekaligus meningkatkan produktifitas sektor pertanian.