katamerdeka.com – Utang pemerintah Indonesia mencapai Rp8.353,02 triliun per Mei 2024, meningkat sebesar Rp14,59 triliun dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp8.338,43 triliun. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat mayoritas utang ini dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).

“Berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 87,96 persen,” demikian laporan Kemenkeu dalam Buku APBN KiTA.

Dari total utang tersebut, 12,04 persen berupa pinjaman. Rinciannya, Rp7.347,50 triliun berasal dari SBN dan Rp1.005,52 triliun berasal dari pinjaman.

Utang pemerintah dari SBN domestik mencapai Rp5.904,64 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara sebesar Rp4.705,24 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1.199,40 triliun. Sementara itu, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing per akhir Mei 2024 sebesar Rp1.442,85 triliun, yang terdiri dari Surat Utang Negara sebesar Rp1.086,55 triliun dan SBSN sebesar Rp356,30 triliun.

Utang dalam bentuk pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp36,42 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp969,10 triliun. Pinjaman luar negeri itu terbagi menjadi bilateral sebesar Rp265,83 triliun, multilateral sebesar Rp584,65 triliun, dan dari commercial banks sebesar Rp118,62 triliun.

Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) per akhir Mei 2024 mencapai 38,71 persen. Angka ini konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Rasio utang Mei juga menurun dari angka rasio utang terhadap PDB bulan sebelumnya yang mencapai 38,64 persen.

“Pembiayaan utang on track dan manageable mendukung konsolidasi untuk menjaga kesinambungan fiskal,” demikian laporan lebih lanjut dari Kemenkeu.

Dengan rasio utang yang tetap terkendali dan berada di bawah batas aman, pemerintah optimistis dapat terus menjaga stabilitas dan kesinambungan fiskal dalam jangka panjang.