JAKARTA – KPU menjawab kritikan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait kesempatan mantan terpidana korupsi bisa maju sebagai calon legislatif tanpa harus melewati masa jeda 5 tahun. KPU menyebut pihaknya tidak menyelundupkan pasal apapun.

“Itu bukan ngarang-ngarang KPU dan bukan penyelundupan pasal, karena sesungguhnya ketentuan itu kami ambil dari pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2023).

Dia kemudian memberi contoh perhitungan soal masa jeda bagi mantan terpidana untuk bisa nyaleg. Selain itu, Hasyim juga menjelaskan soal hitungan masa pencabutan hak politik.

“Kalau kita baca pertimbangan Mahkamah di dalam putusan MK tersebut kalau ada orang pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan kemudian pada waktu itu berdasarkan putusan pengadilan dikenai tambahan berupa pencabutan hak politik, maka pemberlakuan jeda 5 tahun menjadi tidak berlaku,” kata Hasyim Asy’ari.

“Karena sudah dibebani sanksi berupa dicabut hak politiknya. Jadi sebagai simulasi, misalkan kalau kemarin pendaftaran bakal calon 1-14 Mei 2023 kalau kita tarik mundur 5 tahun berarti kan Mei 2018 ya, jadi kalau ada orang bebas murninya itu 14 Mei 2018 masih dapat memenuhi syarat sebagai bakal calon, tapi kalau bebas murninya itu setelah 14 Mei 2018 misal Januari 2019 berarti belum genap 5 tahun belum bisa mencalonkan,” ujarnya.

“Atau misalkan ada orang kena pidana dan selesai menjalani pidananya itu status sebagai mantan terpidana pada bulan Januari 2020 misalkan dan kena tambahan pidana berupa pencabutan hak politik 2 tahun, hak politik dalam berarti tidak bisa dicalonkan selama 2 tahun, 2 tahun itu setelah selesai menjalani pidana. Kalau selesai menjalani pidananya Januari 2020 ditambah 2 tahun berarti kan sampai Januari 2022 itu menurut Mahkamah Konstitusi memandang sudah cukup, tidak perlu ditambahkan masa jedanya 5 tahun,” sambung Hasyim.

Sebelumnya, Koalisi masyarakat yang terdiri dari ICW, Perludem, Pusako FH Unand, dan Komite Pemantau Legislatif mengkritik Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023. Hal itu karena kedua pasal tersebut dinilai memberikan potensi yang memberi kesempatan bagi mantan terpidana korupsi untuk bisa maju ke dalam pencalonan legislatif tanpa harus melewati masa jeda 5 tahun.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana memaparkan 2 aturan itu menyebutkan bahwa mantan terpidana korupsi diperbolehkan maju sebagai calon anggota legislatif tanpa harus melewati masa jeda 5 tahun sepanjang vonis pengadilannya memuat pencabutan hak politik. ICW meyakini ada rentetan kekeliruan logika pikir dari KPU tersebut.

Sebab kedua PKPU tentang pencalonan anggota DPR, DPRD, dan DPD itu dinilai bertentangan dengan Putusan MK No 87/PUU-XX/2022 dan Putusan MK No 12/PUU-XXI/2023 terkait terpidana korupsi yang ingin maju sebagai caleg harus melewati masa jeda 5 tahun sebelum mencalonkan diri. Namun dalam PKPU tersebut mengatur terpidana korupsi bisa mencalonkan diri apabila telah menjalani pidana tambahan pencabutan hak politik yang lamanya sesuai vonis hakim (bukan masa jeda 5 tahun).

“Nah ketentuan itu tercantum sebenarnya di dalam PKPU. Namun kalau dicermati lebih detail tiba-tiba ada pengecualian yang ditulis, dibahas di undangkan dalam PKPU itu. Apa syarat pengecualiannya?

“Masa jeda waktu 5 tahun tidak berlaku sepanjang atau ketika terpidana korupsi dijatuhi pidana tambahan berdasarkan Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi yang mengenai pencabutan hak politik. Jadi itu sumber persoalannya,” kata Kurnia, dalam YouTube Sahabat ICW, Senin (21/5).