JAKARTA – Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY meluncurkan buku berjudul Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi. Buku ini tentang dinamika politik nasional yang ditujukan kepada kader Demokrat.

Buku SBY ini dicetak dengan sampul merah dan kelir hitam. Cover depan buku tersebut yakni tulisan “Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi, The President Can Do No Wrong”. Staf pribadi SBY, Ossy Dermawan, memberi penjelasan soal buku Presiden ke-6 RI itu.

“Beliau menulis artikel bagi jajaran kepemimpinan dan kader Partai Demokrat di seluruh tanah air agar mereka memahami dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan akan dinamika politik nasional saat ini,” kata Ossy saat dikonfirmasi, Senin (26/6/2023).

Ossy menyebut buku tersebut mempunyai sekitar 20-an halaman. Informasi yang dihimpun, DPP Demokrat tengah menggelar bedah buku tersebut hari ini.

“Buku tipis 20-an halaman berisi artikel tersebut,” ujar Ossy.

Ossy juga memberikan gambar tampak belakang buku SBY yang menampilkan pesan bahwa buku ini disampaikan khusus kepada jajaran pengurus serta kader Demokrat seindonesia. Berikut ini tulisannya.

Tulisan Bapak SBY yang berjudul ‘Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi’ ini disampaikan khusus kepada jajaran kepemimpinan dan kader Partai Demokrat di seluruh tanah air.

Sementara itu Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Rachland Nashidik menanggapi pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri soal ‘pemimpin ganteng’ yang lebih dipilih warga dan akhirnya menjadi presiden saat dirinya maju di Pilpres. Demokrat menyebut kekalahan Megawati saat berkompetisi dengan Ketum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukan perkara tampang.

“Saya kira, kalau mau sedikit lebih serius membahas kekalahan Mega dari SBY, penyebabnya bukan perkara tampang, tapi pertama-tama adalah perkara jenis kelamin,” kata Rachland dikonfirmasi, Minggu (25/6/2023).

Rachland mengatakan hal ini berkaitan dengan masyarakat yang kala itu masih patriarkis, belum menerima sosok perempuan sebagai pemimpin. Padahal, kata dia, banyak perempuan yang mumpuni untuk memimpin bangsa.

“Ibu Mega sendiri adalah pendekar reformasi. Dan kalau mau jujur, prestasi pemerintahannya, meski hanya singkat, sebenarnya melebihi prestasi Pak Jokowi, misalnya dalam menurunkan debt to equity ratio dan angka kemiskinan,” ujar Rachland.

Meski demikian Rachland merinci beberapa faktor yang membuat Mega kalah suara dari SBY. Selain masyarakat yang masih ditawan unsur patriarki, Mega juga dinilai terlalu percaya diri.

“Tapi beliau, Ibu Megawati, lahir melampaui zamannya. Meski misalnya beliau mampu menjadi Presiden yang hebat, rakyat Indonesia yang masih ditawan oleh kultur patriarkis belum siap menerimanya. Sayang sekali, memang,” kata Rachland.

“Hal lain yang membuat beliau kalah adalah rasa percaya diri yang terlalu besar. Kebanggaan beliau sebagai putri dari Soekarno, Presiden pertama RI dan Pahlawan Nasional, yang kerap beliau gaungkan,” kata Rachland.(SW)