JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bicara terkait polemik Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) saat rapat di Baleg DPR RI. Dia menegaskan Gubernur DKJ tetap dipilih oleh rakyat, bukan lewat penunjukan langsung oleh Presiden.

Hal tersebut disampaikan Tito dalam rapat berada Badan Legislatif terlihat RUU tentang Daerah Khusus Jakarta, Rabu (13/3/2023). Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Baleg Supratman Andi Atgas.

“Pertama isu paling krusial yang kami kira menjadi polemik di publik tentang isu pemilihan gubernur dan wakil gubenur Daerah Khusus Jakarta. Sikap Pemerintah tegas tetap pada posisi dipilih (oleh rakyat) atau tidak berubah sesuai dengan yang dilaksanakan saat ini,” kata Tito dalam rapat.

Tito mengatakan jika gubernur DKI nantinya tak ditunjuk oleh presiden. Ia mengatakan sejak awal pemerintah konsisten terhadap hal itu.

“Bukan ditunjuk, sekali lagi. Karena dari awal draft kami pemerintah sikapnya dan draftnya isinya sama dipilih bukan ditunjuk,” ungkapnya.

Adapun hari ini Baleg DPR akan melakukan rapat kerja bersama pemerintah membahas RUU DKJ. Dia menargetkan RUU ini dapat dirampungkan dalam kurun 10 hari.

Sementara itu Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan konsep aglomerasi dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) berasal dari pemekaran Papua. Kawasan aglomerasi ini akan dibuat dewan pengarah.

“Soal siapa yang mengurus itu, ini konsepnya diambil dari soal Papua sebenarnya. Kan kemarin Papua dimekarkan jadi 6 provinsi, kemudian kan dibuat semacam dewan pengarah atau apa gitu yang dia sifatnya administratif aja melaporkan ke presiden. Jadi bukan jadi atasannya gubernur, bukan atasannya bupati dan wali kota,” kata Ahmad Doli di DPP Golkar, Jakarta Barat, Minggu (10/3/2024).

Doli mengatakan tidak cukup hanya satu menteri koordinator (menko) yang mengurus aglomerasi tersebut. Maka dari itu, pilihan yang cocok untuk mengaturnya yakni presiden atau wakil presiden.

“Jadi ini mengkoordinasikan saja, ya karena kan nanti kalau urusan gini kan lintas koordinasi kan, lintas menko, bicara tentang ekonomi juga, politik juga, bicara soal sosial kemasyarakatan juga. Nah siapa yang bisa mengkoordinasikan antarmenko ini, kan pilihannya tinggal presiden dan wakil presiden,” kata dia.

“Sama dengan Papua kayak gitu, siap kan masalah di Papua politik tinggi, masalah luar negeri tinggi, tapi masalah kesejahteraan gini. Nah maka harus kemudian diambil, nggak cukup hanya satu menko yang menangani masalah seperti Papua, sama juga tidak cukup satu menko menangani masalah seperti aglomerasi sekitar Jakarta, makanya pilihannya presiden atau wakil presiden,” imbuhnya.

Ahmad Doli menambahkan banyak catatan yang harus diperhatikan dari kondisi Jakarta. Mulai dari persoalan macet, polusi hingga transportasi umum. Permasalahan yang ada, lanjut Doli, berkaitan dengan daerah aglomerasi lainnya.

“Memang wilayah DKI ini, atau Jakarta ini isunya kan banyak yang belum selesai, PR-nya kan banyak, soal banjir, soal macet, soal polusi, transportasi kan macam-macam. Dan ini nggak bisa diselesaikan cuma hanya Jakarta saja, karena dia kan makanya nggak bisa lepas dari Depok, Bekasi dan lain, ini yang disebutkan sebagai aglomerasi itu,” tuturnya.

Ahmad Doli juga membantah RUU DKJ yang ada kental kaitannya dengan Pilpres 2024. Sebab lanjut dia, RUU DKJ yang membahas aglomerasi nantinya ada kewenangan wakil presiden sudah dibahas sedari lama.

“Konsepnya sudah didiskusikan setahun yang lalu, tidak ada urusannya dengan waktu itu nggak tahu kita calon presidennya siapa, dan calon wakil presidennya siapa. Jadi tolong ini diluruskan konsep ini konsep lama, tidak ada hubungannya dengan pilpres, itu konsep murni diambil dari yang sudah berjalan di Papua,” pungkasnya.(SW)