JAKARTA- Kompolnas jadi sorotan sejak awal kasus tewasnya Brigadir J. Pernyataan Kompolnas yang kurang kritis dan cenderung mengikuti alur cerita versi Ferdy Sambo membuat Kompolnas dituding masuk angin.

Ketua Harian Kompolnas Irjen (Purn) Benny Mamoto pun mengakui dirinya di-bully karena ucapannya terkait insiden Brigadir J. Ia di-bully karena dianggap berpihak pada tersangka. Padahal, menurut Benny, yang disampaikannya itu hanya mengutip pernyataan Kombes Budhi Herdi Susianto yang saat itu menjabat Kapolres Jaksel.

Hal itu disampaikan Benny saat diwawancara di siaran televisi CNN Indonesia TV, Minggu (7/8/2022). Benny awalnya menjelaskan tentang perubahan berita acara pemeriksaan (BAP) Bharada E, menurutnya, wajar jika dalam suatu kasus BAP itu diubah.

“Betul, nggak usah gitu, contoh saya di-bully habis gara-gara mengutip pernyataan dari Kapolres Jakarta Selatan, saya cek ke sana ada kendala, ada kejanggalan tidak, yaitu yang saya ungkapkan,” ujar Benny dalam tayangan itu seperti dilihat, Rabu (10/8).

Benny menjelaskan tentang alam psycho-hierarchy atasan dengan bawahan. Menurut Benny, dengan dicabut atau dimutasinya Irjen Ferdy Sambo, alam sadar Bharada E tidak lagi merasa ditekan atau di bawah pengaruh Sambo.

“Soal perubahan BAP hal yang biasa dalam penyidikan saya sudah sampaikan seperti yang disampaikan Menko Polhukam, adanya alam psycho-hierarchy atasan bawahan, sesama atasan, ini harus nurut, tapi ketika sudah dicabut posisinya dan dimutasi, maka struktural itu sudah hilang secara hierarki,” jelasnya.

“Itulah kemudian akan muncul pengakuan-pengakuan yang tadinya mungkin di bawah pengaruh, di bawah tekanan, sekarang menjadi bebas. Kalau kemudian berubah itu hal biasa, karena akan terungkap bahwa sebelumnya di bawah tekanan,” lanjut Benny.

Sementara itu Komnas HAM telah selesai memeriksa hasil uji balistik dari tim Puslabfor Mabes Polri dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Komnas HAM juga akan memastikan kembali kepemilikan senjata yang digunakan untuk menembak Brigadir J.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, dari seluruh data yang didapat dari pemeriksaan uji balistik, data terkait peluru, selongsong, sampai serpihan menjadi hal yang penting dalam memastikan kepemilikan senjata api. Aman mengatakan, dari pemeriksaan data tersebut, hasilnya nanti akan membuktikan dua senjata, yakni Glock-17 milik Bharada E dan HS-19 milik Brigadir J.

“Salah satu yang paling penting peluru yang ada atau anak peluru yang ada, selongsong peluru yang ada, termasuk juga serpihan peluru yang ada itu dicek metalurgi-nya,” kata Anam di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2022).

“Apakah peluru itu identik, dengan senjata yang juga diberikan pada Labfor oleh penyidik, yang berikutnya apakah senjata itu memiliki identitas apa, itu juga diberikan oleh penyidik,” imbuhnya.

Anam menyebut Komnas HAM juga mencocokkan identitas pemilik senjata dengan nomor registrasinya. Namun, dia belum bisa merinci hasil pemeriksaan tersebut.(SW)