JAKARTA – Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan kasus asusila antara mayor Paspampres dan perwira muda wanita Kowad Kostrad bukan pemerkosaan, tapi suka sama suka.

“Hasil pemeriksaan terbaru yang menyatakan atau yang mengindikasikan, ini tidak dilakukan dengan paksaan. Ini artinya kan suka sama suka, dan dilakukan beberapa kali. Itu artinya bukan pemerkosaan. Jadi arahnya keduanya menjadi tersangka,” ucap Andika di sela kunjungan ke rumah dinas Wali Kota Solo Loji Gandrung, Kamis (8/12), Kamis (8/12).

Dia menegaskan, seandainya persidangan nanti keduanya terbukti bersalah, maka sanksi internal dari TNI juga berlaku, yakni berupa pemecatan.

“Jadi tidak hanya hukuman pidana, tapi juga sanksi dari internal TNI. Karena dilakukan sesama keluarga besar TNI, konsekuensinya adalah hukuman pemecatan dari dinas,” tegas Andika.

Sebelumnya, prajurit Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) dari Kostrad diduga telah menjadi korban dugaan kekerasan seksual pada puncak KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022. Disebut pula, pelaku seorang perwira Paspampres berpangkat mayor dengan inisial BF.

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri memberikan analisanya terkait wanita mengaku diperkosa padahal suka sama suka.

“Kalau betul-betul perkosaan, jelas, pelaku harus dihukum berat. Apalagi karena dia anggota militer, maka hukumannya bisa lebih berat lagi. Pidana dan pemecatan, seperti yang sebelumnya dikatakan Panglima TNI,” kata Reza dalam keterangannya, Jumat (9/12/2022).

“Tapi kalau bukan kejahatan seksual, lalu apa penjelasannya?” ucapnya.

Menurut Reza, kasus ini seperti pada analisa dia soal kasus kekerasan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Menurutnya, ada narasi yang dibuat menjadi narasi kejahatan seksual.

“Sebagaimana pandangan saya pada kasus PC dan kasus Jombang, ini sepertinya merupakan false accusation. Jenisnya adalah relabelling. Yakni, relasi seks yang sesungguhnya konsensual diubah narasinya menjadi kejahatan seksual,” katanya.

Kemudian, Reza menjelaskan mengapa ada orang, dalam hal ini perempuan, melakukan relabelling. Beberapa alasan menjadi penyebab orang tersebut relabelling.

“Jawabannya adalah, misalnya, sebagai ekspresi dendam, menutupi aib, menyelubungi perasaan bersalah, dan menghindari amarah pasangan” katanya.

Dalam kasus-kasus relabelling, merupakan bentuk false accusation atau tuduhan palsu, dan tidak seharusnya menciptakan sikap apriori.(SW)