JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menjawab kritik Indonesia Coruption Watch (ICW) soal buruknya kinerja KPK dalam penanganan korupsi. KPK menilai yang disampaikan ICW keliru dan data-datanya tidak valid.

Sebelumnya ICW menyampaikan soal kinerja KPK. ICW memberikan nilai buruk bagi penanganan kasus korupsi di Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Polri mendapat nilai E atau sangat buruk.

“Dari target sebanyak 1.387 kasus korupsi pada semester I tahun 2022 yang terpantau, keseluruhan APH (aparat penegak hukum) hanya mampu merealisasikan 252 kasus atau sekitar 18 persen,” kata peneliti ICW Diky Anandya saat menjadi pemapar dalam Peluncuran Tren Penindakan Korupsi Semester I Tahun 2022 dalam kanal YouTube Sahabat ICW, dikutip Senin (21/10/2022).

Diky menyampaikan 252 kasus yang ditangani seluruh aparat penegak hukum berhasil menangkap 612 tersangka. Sedangkan catatan ICW, potensi kerugian negara mencapai Rp33,6 triliun.

“Enam bulan pertama di tahun 2022, tercatat potensi nilai kerugian negara mencapai Rp 33 triliun. Potensi nilai suap dan gratifikasi sebesar Rp 149 miliar, potensi pungutan liarnya Rp8,8 miliar, dan potensi uang yang disamarkan dalam praktik pencucian uangnya Rp 931 miliar,” kata Diky.

Dicky menyebut seluruh penegak hukum tidak menyentuh target kasus pada semester 1 2022. ICW lantas memberikan nilai E terhadap aparat penegak hukum (APH) untuk pemberantasan korupsi.

“Kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh APH secara kesuluruhan selama semester 1 2022 hanya mencapai 18 persen dari target sebanayak 1.387 kasus, sehingga hanya memperoleh nilai E atau sangat buruk,” sebutnya.

Terkait penilain ICW tersebut KPK meyakini data ICW tidak valid.

“Ya menilai apapun ya itu bagian dari kritik dan masukan. Tapi kami mempercayai datanya juga keliru. Terminilogi kasus dan perkara pun sudah berbeda dengan KPK,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (21/11/2022).

Ali pun mempertanyakan data yang disampaikan oleh ICW terkait kinerja KPK. Menurutnya, ICW mestinya lebih dulu mengkonfirmasi data terkait kinerja KPK yang akan disampaikan kepada publik.

“Gitu ya kemarin yang disampaikan ICW ini juga entah dari mana ya datanya, karena tidak ada komunikasi juga dengan kami, mestinya kan ada konfirmasi datanya. Minta data misalnya, sehingga setelahnya bisa dipublikasikan kepada masyarakat. Tapi nyatanya kan kemudian berbeda nih,” kata Ali.

“Saya ambil contoh ya misalnya sampai Oktober itu dari penilaian KPK itu penyelidikan itu 104, penyidikan 111, runtutannya 101, ingkrahnya 121, eksekusi 88, tersangkanya 111 orang yang sudah ditahan dan diumukan. Dan teman-teman kan mengikuti ini. Termasuk aset recoverynya Rp 400,28 miliar. Tentu ini akan bertambah sampai Desember akhir tahun akan kami sampaikan sebagai bentuk tanggung jawab,” tambahnya.

Ali lantas mengkritik data yang digunakan ICW. Menurutnya, ICW harus menyampaikan data yang valid kepada publik.

“Tapi kadang-kadang kami juga harus kritik balik datanya harus valid dong. Yang disampaikan ke publik karena ternyata berbeda jauh dengan data yang ada di KPK itu sendiri,” sebutnya.

Meski begitu, Ali mengatakan KPK tetap menerima kritik yang dilayangkan oleh ICW. Menurutnya, masukan dalam bentuk kritik sangat diperlukan oleh KPK.

“Tapi pasti kritikan dari ICW kita hargai meski datanya tidak valid. Masukan bahwa dalam proses penegakan hukum perlu ada juga pihak-pihak yang memberi kritik dan masukan sebagai pengingat, sebagai kekuatan sebagai vitamin bagi kami untum terus bekerja dengan baik itu harus ada. Kami tidak alergi dengan kritik seperti itu,” pungkas Ali.(SW)