JAKARTA – Wakil Ketua TPN Ganjar-Mahfud, Andika Perkasa menyoroti pernyataan Komandan Kodim 0724/Boyolali, Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo terkait penganiayaan yang menimpa relawan Ganjar-Mahfud. Andika menilai kronologi yang dijelaskan Letkol (Inf) Wiweko tak sesuai gambaran kerjadian di video maupun keterangan korban.

“Klaim yang ternyata klaim penyebab atau kronologi dari kejadian yang ternyata begitu dilihat dari videonya dan setelah ada penjelasan dari korban, minimal dari 2 orang yaitu Slamet Andono dengan Arif Ramadhani, ini ternyata mengkonfirmasi apa yang terlihat di video. Jadi bukan seperti statement yang dinyatakan oleh Komandan Kodim Boyolali,” kata Andika dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/1/2024).

Andika mendapati dua poin pernyataan dari Dandim 0724/Boyolali yang tidak sesuai. Pertama, soal kesalahpahaman dan aksi spontanitas. Menurutnya, pernyataan ini tidak sesuai dengan apa yang bisa dilihat dalam video. Kedua, yang menyatakan bahwa tidakan itu berdasarkan spontanitas.

“Di statement itu antara lain dinyatakan salah satunya ini adalah kesalahpahaman antara 2 pihak. Padahal kan dari video yang beredar dan video itu beredar lebih dulu dibandingkan dengan statement Komandan Kodim. Di situ jelas kalau dari videonya tidak ada proses kesalahpahaman. Yang ada adalah langsung penyerangan atau tindak pidana penganiayaan,” ujar Andika.

“Yang kedua, statementnya juga menyatakan bahwa ini adalah tindakan spontan di mana para oknum anggota yang sedang berolahraga ini kemudian keluar untuk menghentikan membubarkan sampai terjadinya penganiayaan,” sambungnya.

Dia meyakini yang disampaikan oleh Dandim 0724/Boyolali merupakan hasil laporan dari bawah. Kemudian laporan disampaikan sebagai pernyataan resmi dari Kodim 0724/Boyolali.

“Jadi ini menurut saya adalah pengambilan keterangan di level bawah. Jadi yang dibacakan oleh Komandan Kodim ini kan sebetulnya hasil laporan dari bawah. Jadi mungkin data awal interogasi awal dilakukan di level kompi itu yang kemudian di laporkan ke atas sampai dengan Komandan Kodim,” papar Andika.

Andika lantas mengingatkan agar tetap berhati-hati dalam menyampaikan sebuah pernyataan ke publik. Apalagi yang disampaikan diterima oleh masyarakat sebagai pernyataan resmi dari sikap TNI.

“Jadi statemen ini juga menunjukkan bahwa posisi kronologi yang diyakini oleh pembuat statemen dalam hal ini Komandan Kodim. Jadi jangan sampai mentah-mentah diambil dari bawah begitu saja. Jadi harus ada kehati-hatian dalam hal ini,” ungkap Andika.

“Dan orang akan mengukur dari situ, kan ini merupakan statemen dari institusi TNI yang mengatakan satu-satunya tentang kronologi dan itu yang ditangkap sebagai sikapnya TNI. Jangan sampai bagi saya itu adalah sebuah kecerobohan, tidak kemudian melakukan konfirmasi dulu atau kroscek ke yang lain atau bahkan ke video, atau bahkan ke saksi, atau korban, langsung dinyatakan begitu saja,” pungkasnya.

Komandan Kodim 0724/Boyolali, Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo, membenarkan adanya kejadian penganiayaan tersebut. Mereka yang terlibat merupakan oknum anggota Yonif 408/Suhbrastha.

“Saya sampaikan kasus penganiayaan tersebut benar adanya dan pelakunya adalah beberapa oknum anggota dari Yonif 408/Suhbrastha,” kata Dandim 0724/Boyolali, Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo dalam konferensi pers di Makodim Boyolali, Minggu (31/1/2023).

Wiweko mengatakan saat ini kasus tersebut sudah dalam penanganan Denpom IV/4 Surakarta. Pihak Denpom saat ini masih memintai keterangan anggota yang diduga terlibat penganiayaan itu untuk kepentingan proses hukum.

Wiweko mengungkapkan, jumlah korban penganiayaan oknum TNI ini, terkonfirmasi ada 7 orang. Dua orang saat ini masih menjalani rawat inap di RSUD Pandan Arang dan 5 orang rawat jalan.

Wiweko menjelaskan para anggota TNI yang sedang berkegiatan itu terganggu suara knalpot brong para peserta kampanye yang melintas.

“Kemudian, beberapa oknum anggota secara spontan keluar dari asrama menuju ke jalan di depan asrama. Guna mencari sumber suara knalpot brong pengendara motor tersebut, untuk mengingatkan kepada pengendara dengan cara menghentikan dan membubarkan. Hingga terjadi penganiayaan terhadap pengendara sepeda motor knalpot brong tersebut,” paparnya.

Setelah terjadi penganiayaan, selanjutnya beberapa korban dibawa ke rumah sakit Pandan Arang, Boyolali untuk mendapatkan pertolongan.

“Saat ini masih ada dua orang yang menjalani rawat inap. Semoga kondisinya cepat pulih, sembuh sedia kala,” jelas dia.

Sementara calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menjenguk dua relawannya yang menjadi korban penganiayaan oleh oknum TNI. Istri Ganjar, Siti Atikoh yang ikut menjenguk saat itu meneteskan air matanya.

Ganjar bersama istrinya, Siti Atikoh Supriyanti tiba di RSUD Pandan Arang, Boyolali, Minggu (31/12/2023) sekitar pukul 21.14 WIB. Ganjar tiba dan langsung masuk ke Gedung Merbabu, tempat kedua korban penganiayaan oknum TNI Yonif 408/Suhbrastha pada Sabtu (30/12/2023) menjalani perawatan.

Kedua relawan adalah Arif Diva Ramandani dan Slamet Andono. Keduanya merupakan warga Desa Genting, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.

Siti Atikoh tampak sempat menangis saat menjenguk Diva. Dia keluar dari kamar, lalu bersandar menghadap dinding kamar. Memakai masker merah putih, tampak dia meneteskan air mata. Kemudian dia disodori tisu oleh perawat rumah sakit.

“Nggak tega aja, dengar ceritanya nggak tega,” kata Siti Atiqoh, Minggu (31/12/2023) malam.

Sementara itu Ganjar Pranowo mengatakan, kondisi kedua korban sudah mulai membaik. Dari 7 korban, saat ini masih ada 2 yang dirawat di RSUD Pandan Arang, Boyolali.

“Ya, dari 7 anak, ada dua yang sekarang masih dirawat. Satu tadi saya tidak sempat ngomong karena masih tidur, situasinya masih bengkak-bengkak. Yang satu sudah bisa diajak bicara,” kata Ganjar Pranowo.(SW)