Katamerdeka, Jawa Tengah – Sekitar 20.000 pekerja yang bekerja di pabrik-pabrik grup PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) kini menghadapi ancaman kehilangan pekerjaan.

Perusahaan tekstil raksasa tersebut baru saja dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, yang menambah ketidakpastian bagi para karyawan terkait dengan nasib mereka, termasuk hak atas pesangon.

Putusan pailit terhadap Sritex, bersama dengan PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, ditetapkan berdasarkan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Keputusan tersebut diambil setelah Sritex gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharat Rayon, yang menjadi pemohon dalam proses ini. Keputusan ini menempatkan ribuan pekerja di bawah bayang-bayang pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa kepastian kompensasi.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengungkapkan bahwa ancaman PHK ini semakin nyata mengingat kondisi keuangan perusahaan yang sangat kritis.

“Dengan utang Sritex yang mencapai Rp25 triliun dan aset yang hanya sekitar Rp15 triliun, peluang pekerja untuk mendapatkan pesangon sangat kecil,” kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/10/2024).

Sebelum dinyatakan pailit, Sritex sudah mengalami tekanan keuangan yang luar biasa, sebagian besar disebabkan oleh utang berbunga tinggi seperti utang bank dan obligasi.

Hingga September 2022, total liabilitas perusahaan tercatat mencapai US$1,6 miliar atau sekitar Rp24,66 triliun, menjadikan beban utang salah satu faktor utama di balik jatuhnya perusahaan ini.

Menurut Ristadi, kondisi ini tidak hanya mempersulit pemenuhan kewajiban perusahaan kepada kreditor, tetapi juga memengaruhi nasib para pekerja.

“Jika seluruh aset Sritex dijual, jumlahnya tetap tidak akan cukup untuk melunasi utang. Ini artinya, ribuan pekerja berpotensi tidak mendapatkan hak pesangon mereka,” jelasnya.

Meski situasinya terlihat suram, masih ada sedikit harapan bagi para pekerja.

Menurut informasi dari rekan-rekan serikat pekerja di Sritex, perusahaan sedang berusaha mengajukan kasasi guna membatalkan putusan pailit.

Langkah ini dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan dan ribuan pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan mereka.

Ristadi menyatakan bahwa pihaknya berharap kasasi dapat membawa hasil positif. “Kami berharap kasasi ini dapat membatalkan putusan pailit.

Ini bukan hanya soal perusahaan, tetapi juga soal nasib sekitar 20.000 pekerja yang bisa kehilangan pekerjaan tanpa pesangon,” katanya.

Dengan situasi yang semakin tidak menentu, perhatian publik kini tertuju pada proses hukum berikutnya yang akan menentukan nasib salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia dan ribuan pekerjanya.

Keputusan pailit yang menimpa Sritex memunculkan kekhawatiran serius terkait dampaknya terhadap para pekerja.

Dengan jumlah utang yang jauh melebihi aset perusahaan, ribuan pekerja menghadapi ketidakpastian atas masa depan pekerjaan dan hak pesangon mereka.

Sementara perusahaan berupaya untuk membatalkan putusan melalui kasasi, nasib 20.000 pekerja kini bergantung pada hasil dari proses hukum yang tengah berlangsung.