JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana di kasus dugaan korupsi proyek BTS yang menjerat Johnny G Plate. Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan pihaknya juga menelusuri kepentingan di balik kasus dugaan korupsi proyek BTS tersebut.

“Tentu kita nanti akan minta bantuan dalam rangka penelusuran aset ya, tracing aset ke mana aja alirannya, dana-dana yang digunakan, untuk kepentingan siapa saja, nanti kita cek semuanya. Tentu kita harus menggandeng semua pihak tidak hanya PPATK, bank juga,” kata Ketut kepada wartawan di Kejagung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/5/2023).

Ketut mengatakan pihaknya juga mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di kasus tersebut. Namun, dia belum berbicara terkait ada atau tidaknya temuan TPPU di kasus proyek BTS tersebut.

“Kemungkinan iya (ada dugaan TPPU), karena kerugiannya begitu besar, ya pasti TPPU nya akan digandeng dalam pasal-pasal berikutnya. Kita lihat nanti perkembangannya,” kata Ketut.

“Kami belum sampai sejauh itu ya kami masih dalam proses pendalaman,” ujarnya.

Sebelumnya, Menko Polhukam sekaligus Plt Menkominfo Mahfud Md menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Sejak menerima Keppres terkait Plt Menkominfo, Mahfud langsung mendalami tugas di Kemenkominfo dan mempelajari kasus proyek BTS.

“Saya melaporkan dan saya sudah siap bekerja. Untuk tugas khusus menyangkut BTS itu saya melaporkan berdasar hasil dokumen dan analisis yang saya peroleh,” kata Mahfud kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023).

Mahfud mengatakan proyek BTS sudah lama direncanakan. Proyek tersebut, kata Mahfud, sangat penting bagi Indonesia.

“Itu berlangsung sejak tahun 2006 sampe tahun 2019 berjalan bagus. Baru muncul masalah sejak anggaran tahun 2020. Yaitu ketika proyek senilai 28 sekian triliun itu dicairkan dulu sebesar 10 koma sekian triliun pada tahun 2020-2021,” ujar Mahfud.

Mahfud menjelaskan masalah baru ditemukan pada 2020 yang kemudian hingga Desember 2021 barang BTS tidak ada. Mahfud juga menyinggung soal perpanjangan pengadaan barang yang seharusnya tak diperbolehkan oleh hukum.

“BTS-nya itu tower-tower-nya itu tidak ada. Lalu dengan alasan COVID minta perpanjangan sampai padahal uangnya sudah keluar tahun 2020-2021. Minta perpanjangan sampai Maret. Seharusnya itu tidak boleh secara hukum tapi diberi perpanjangan 21 Maret untuk itu…. Sampai Maret, lalu dilaporkan sekitar 1.100 tower dari 4.200 yang ditargetkan itu 1.100 tower dilaporkan jadi, sesudah diperiksa melalui satelit yang ada itu 958,” ujar Mahfud.

Setelah itu, ratusan tower BTS yang sudah jadi itu diperiksa. Namun dari sejumlah sampel yang diperiksa, tak ada barang yang berfungsi.

“Dari 958 itu tidak diketahui apakah itu benar bisa digunakan atau tidak karena sesudah diambil 8 sampel dan itu semuanya tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi,” ujar Mahfud.

“Tetapi diasumsikan dulu bahwa itu benar dan itu nilainya hanya sekitar 2,1 T. Sehingga masih ada penyalahgunaan dana atau ketidakjelasan dana yang tidak dipertanggungjawabkan dan nanti harus dipertanggungjawabkan di pengadilan itu sebesar 8 koma sekian T,” sambung Mahfud.(SW)