JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini mencurigai sejumlah konglomerat dan orang kaya yang turut membebani BPJS Kesehatan dengan biaya tinggi pengobatan mereka.

Kecurigaan itu ia ungkapkan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR pada Selasa (22/11) lalu.

Saat itu, Budi mengatakan untuk bisa membuktikan kecurigaan tersebut, ia akan mengecek data 1.000 orang dengan tagihan biaya perawatan kesehatan BPJS yang paling tinggi, salah satunya melalui besaran daya listrik.

Menurutnya, jika peserta BPJS Kesehatan tersebut memiliki daya di atas 6.600 VA, maka ia tergolong ke dalam masyarakat yang mampu alias kaya.

Menurutnya, sudah seharusnya peserta BPJS Kesehatan dari kalangan kaya tidak bergantung banyak pada program JKN. Mereka seharusnya mengombinasikan iuran jaminan sosial BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta untuk mengobati penyakit.

Sebab itu, saat ini pemerintah bersama dengan asuransi swasta tengah membahas rencana kombinasi pembayaran atau coverage biaya perawatan kesehatan masyarakat yang dilakukan BPJS Kesehatan dan swasta.

Kombinasi dilakukan supaya semua beban biaya perawatan kesehatan masyarakat yang sakit tidak semuanya ditimpakan kepada BPJS Kesehatan. Terutama, beban masyarakat dari golongan keluarga mampu.

Budi mengatakan sebetulnya rencana itu sudah berjalan dalam bentuk pembayaran selisih biaya akomodasi. Budi mengatakan pihaknya akan menerbitkan payung hukum untuk solusi tersebut.

Penjelasan Budi tersebut berkaitan dengan perkembangan kebijakan kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan revisi tarif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diharapkan bisa dikeluarkan keputusannya pada akhir 2022.

Dengan kebijakan itu, ia mengatakan pemerintah bisa fokus dalam melayani masyarakat tidak mampu. “Sedangkan masyarakat mampu diharapkan bisa meng-cover premi asuransinya dengan premi asuransi swasta,” tegas Budi.

Soal asuransi kesehatan tambahan (AKT) ini sebetulnya bukan hal baru. Sebab, AKT sudah diatur dalam Permenkes Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Merujuk Pasal 25 ayat (1), disebutkan bahwa peserta jaminan kesehatan nasional yang menginginkan pelayanan rawat jalan eksekutif, harus membayar selisih biaya/tambahan biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak sebesar Rp400 ribu.

Selanjutnya pada Pasal 25 ayat (2) dikatakan bahwa dalam hal peserta jaminan kesehatan nasional yang menginginkan pelayanan rawat jalan eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki asuransi kesehatan tambahan, maka selisih biaya/tambahan dibayarkan sesuai dengan kesepakatan antara asuransi kesehatan tambahan dan rumah sakit.(SW)